Alkisah, disuatu masa setelah Gajah Mada mengucapkan sumpah palapa untuk menyatukan nusantara, maka Gajah Mada beserta pasukan dari Kerajaan Maja Pahit yang jumlahnya ribuan orang, berupaya menyerbu raja-raja yang berkisar di kepulauan Jawa.
Setelah puas dengan kemenangannya, maka Maja Pahit segera menyebar ke kawasan dipulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Saat itu hampir keseluruhan pulau Sumatera dikuasai oleh Kerajaan Aceh yang menaungi kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Satu persatu kerajaan dari Palembang, Padang, tumbang dihancurkan dan ditaklukkan oleh sang Panglima Gajah Mada. Suatu hari tibalah pertarungan oleh Pasukan kerajaan Maja Pahit dengan Pasukan kesultanan Deli, namun kesultanan Deli tidak mampu bertahan lama dan akhirnya juga takluk.
Pasukan Gajah Mada terus menjelajah, kemudian penyerangan itu berlanjut ke Tamiang dengan berpangkalan di daerah Manyak Payet.
Penyerangan berawal ketika Putri Bungsu Lindung Bulan yang kecantikannya luar biasa itu tersiar ke telinga Patih Gajah Mada. Karena pinangannya saat itu ditolak oleh Raja Muda Sedia, maka Gajah Mada merasa tersinggung lalu menyerang Karajaan Benua Tamiang.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dikirimlah seorang utusan ke Kuta Radja untuk meminta bantuan bala tentara. Sultan Aceh menyetujui mobilisasi pasukan khas didampingi oleh 7 panglima perang yang kononnya punya ilmu kebal.
Selang bebarapa minggu berhadapanlah pasukan Gajah Mada dengan pasukan Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Hantom Manoe. Dan Hantom Manoe bukanlah nama aslinya, melainkan nama yang diambil dari kata hana mano sebab panglima tersebut dilarang mandi guna menjaga kekebalan tubuhnya.
Perang berkecamuk dengan hebatnya selama tujuh hari tujuh malam, dan akhirnya Gajah Mada terbunuh ditikam oleh panglima dari Kerajaan Aceh. Akhirnya pasukan Kerajaan Majapahit mundur teratur untuk balik ke kampungnya dan meratapi kesedihan akibat kekalahan.
Untuk mengenang kemenangan Kerajaan Aceh terhadap pasukan Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit tersebut, maka kampung/lokasi tempat pertempuran di daerah Aceh Tamiang tersebut dinamakan menjadi kampung Manyak Pahit, adobsi dari nama Kerajaan Majapahit. Kampung ini sampai sekarang masih ada di Aceh Tamiang tidak jauh dari kampung Pahlawan Kecamatan Karang Baru.
Majapahit diambil dari buah maja yang pahit, namun oleh panglima Kerajaan Aceh, kawasan tersebut dipelesetkan menjadi Manyak Pahet, yang artinya anak kecil yang pahit.
Mungkin cuma untuk menunjukkan bahwa Gajah Mada dan pasukannya terhenti di kawasan ini, ataupun mungkin karena dialek orang Aceh yang kesusahan untuk mengucapkan kata-kata Majapahit secara fasih dan akhirnya menjadi Manyak Pahet.
Pada cerita rakyat secara umum, Gajah Mada menghilang karena menuju Nirwana (terbang ke surga akibat bertapa dan menjadi dewa), namun hal tersebut menurut pengalaman lisan leluhur Aceh Tamiang; kisah menuju Nirwana merupakan kedok dari pasukan Gajah Mada untuk menjaga moral dan nama baik agar tetap tinggi dan tidak malu akibat gagalnya Gajah Mada memenuhi sumpah palapa.
Tentang kebenaran cerita tersebut, siapa yang tahu jika tidak dilakukan penelitian sejarah secara lebih lanjut. Namun mendengar nama Desa Manyak Pahet dan hikayat cerita masyarakat di sekitar kawasan Tamiang, sekiranya memang hal tersebut benar adanya.
Namun sejarah Indonesia tidak pernah menceritakan apapun tentang tewasnya Gajah Mada di Kerajaan Aceh Tamiang. Yang ada hanya semangat dan sumpah palapa oleh seorang Patih Hayam Wuruk tersebut sebagai oknum yang dianggap pemersatu nusantara.
Mohon maaf jika ada kesalahan penceritaan, kesalahan penyebutan nama dan sebagainya. Mungkin legenda ini bisa dijadikan objek kajian para sejarawan atau pihak terkait lainnya untuk mengobservasi lebih lanjut akan kebenaran cerita, sehingga memberi banyak pengetahuan dan kemasalahatan bagi orang banyak