ALKISAH tersebutlah seorang pemabuk bernama Bishir Al-Hafi. Hafi seorang pecandu khamr, tiada hari ia lewatkan tanpa meminum barang haram itu, bermaksiat dan berfoya-foya. Dimana ada tempat maksiat, disitu Hafi mudah ditemui.
Di suatu hari, ketika Hafi terbius dalam lamunan akibat terlalu banyak menenggak khamr. Ia melihat secarik kertas bertuliskan basmallah, Bismillahirrahmanirrahiim. Hafi memungutnya, ia simpan kertas itu baik-baik. Bahkan saking hormatnya, Hafi mengoleskan wewangian pada kertas itu.
Malam menjelang, ketika gelap mulai menyelimuti bumi. Seorang alim bermimpi. Ketika alim itu terbuai dalam mimpinya, Allah سبحا نه و تعالى memerintahkannya untuk menyampaikan sebuah kalimat pada Hafi.
"Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku pun telah mengharumkan dirimu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah mensucikan nama-Ku, maka Aku pun telah mensucikan dirimu. Demi kebesaran-Ku, niscaya Ku-harumkan namamu, baik di dunia maupun di akhirat nanti."
Tercekat dalam tidurnya, sang alim merasa tak percaya dengan apa yang ia impikan. Ia meragukannya, karena tahu siapa itu Hafi sebenarnya.
Sang alim kemudian mengambil air wudhu, lalu lakukan shalat dua raka'at. Ia kemudian tertidur kembali.
Apa lacur, mimpinya berulang kembali. Sang alim lagi-lagi terbangun, mengambil air wudhu serta shalat dua raka'at. Namun hal itu terus berulang. Sang alim mendapati mimpi yang sama persis.
Penasaran, keesokan harinya sang alim mencari Hafi. Tak sulit untuk menemukannya, karena seperti biasa Hafi tengah mabuk berat.
Sang alim mengajak Hafi berbincang, kemudian menyampaikan apa yang ia impikan. Sementara Hafi begitu serius mencermati ucapan sang alim itu.
Usai pecakapan itu, Hafi mendatangai teman-temanya sambil berkata, "Aku sudah dipanggil. Aku akan meninggalkan tempat ini. Kalian tidak akan pernah bertemu denganku lagi."
Selepas kejadian itu, Haft berubath total. Ia bernetanorfosis dari seorang penabuk menjadi seorang shalih pada nasanya. Saking shalihnya, ketika Hafi wafat, umat Muslimin berbondong-bondong nenshalati jenazahnya Gelombang manusia berdatangan. Tidak berhenti dari subuh sampai maghrib. Itu terjadi selama berhari-hari. Ketika hidup hidupnya, Imam Bishir Al-Hafi pernah bermimpi bertemu Rasulullah ﷺ. Sang Nabi bertanya, Mengapa engkau mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari orang-orang yang semasa dengannu?"
"Tidak tahu, uahai Rasulullah," Jawab Bishir.
Nabi menjelaskan, "Karena kamu nengikuti sunnahku, kamu berbakti pada orang-orang shalih, kamu memberi nasehat kepada sesama, dan karena cintanu kepadaku, keluargaku serta sahabatku ما شاء الله, sungguh Allah Maha pengampun.
Dia menberikan ampunan kepada siapa yang Dikehendaki-Nya. Dia nelimpahkan ma'af kepada hanba-hamba-Nya yang meninta, selama hamba harnba tersebut tidak melakukan perbuatan mensekutukan sesuatu pun kepada-Nya.
Selama 40 tahun keinginan Bisyr Al-Hafi untuk merasakan daging panggang tak kunjung terwujud, hal itu disebabkan karena dia tidak memiliki uang. Pernah juga beliau menginginkan memakan kacang buncis, keinginan itu pun juga tak kunjung terwujud. Padahal, kalaupun beliau berkehendak, sebagai salah seorang waliyullah yang dekat kepada Allah, beliau bisa saja meminta segala sesuatu dan pasti dikabulkan. Akan tetapi beliau tidak mau melakukannya. Jalan hidup dan penyangkalan diri yang beliau jalani juga menahan beliau untuk meminum air dari saluran yang ada pemiliknya Rasa peduli atau empatinya kepada orang-orang miskin pun sangat besar. Konon di suatu musim yang begitu dingin, di mana semua orang mengenakan pakaian tebal untuk menghangatkan tubuh mereka, beliau, Bisyr Al-Hafi malah berbuat sebaliknya. Dia melepas pakaiannya di tengah cuaca yang begitu dingin. Akibatnya tubuhnya menjadi menggigil kedinginan.
"Hai Abu Nashr (panggilannya), mengapa kau melepaskan pakaianmu di tengah cuaca yang sangat dingin ini?" Teriak orang-orang heran.
"Aku teringat orang-orang miskin. Aku tidak punya uang untuk membantu mereka. Oleh karena itu, aku ingin turut merasakan penderita'an mereka."
Wafatnya Sang Waliyullah Suatu malam, ketika Bisyr Al-Hafi menanti ajalnya pada tahuan 277 H/ 841 M, tiba-tiba datang seseorang dan mengeluhkan nasibnya kepadanya. Kemudian Bisyr pun menyerahkan seluruh pakaian yang dia kenakan kepada orang tadi. Dia pun lantas memakai pakaian lain yang dia pinjam dari salah seorang sahabatnya. Dengan menggunakan pakaian pinjaman itulah sang waliyullah tersebut menghadap Tuhannya Di tempat yang lain, seorang laki-laki melihat keledai yang dibawanya membuang kotoran di jalan. Padahal selama Bisyr Al-Hafi hidup, tidak ada se'ekor keledai pun yang membuang kotoran di jalan karena menghormati Bisyr yang berjalan dengan tanpa menggunakan alas kaki. Melihat kenyata'an aneh seperti itu spontan si laki-laki tersebut langsung berteriak "Bisyr telah tiada!" Mendengar seruan laki-laki tadi, orang-orang pun pergi untuk menyelidikinya validitas berita tersebut. Dan ternyata apa yang dikatakan oleh laki-laki tadi benar adanya. Lalu orang-orang pun menanyakan sesuatu padanya, "Bagaimana kau tahu bahwa Bisyr Al-Hafi telah meninggal dunia?"
"Karena selama Bisyr Al-Hafi hidup aku tidak pernah menyaksikan ada seekor keledai pun yang membuang kotoran di jalan. Dan tadi aku melihat kenyata'an yang sebaliknya. Keledaiku membuang kotorannya di jalan. Dari itu pun aku tahu bahwa Bisyr Al-Hafi telah wafat." Jawab laki-laki tadi.
والله اعلم
Page : Qalam Ilmu ✍️